Berganti Pasangan Seks Dengan Sahabat
SitusDewasa- Nama saya Dikky, saya berumur 28 tahun, baru 3 (tiga) bulan
bekerja di suatu perusahaan asing di Jakarta, atasan saya Mr. Richard
Handerson, berasal dari Amerika, kira-kira berumur 40 tahun. Dalam waktu
singkat Rich demikian teman-teman di kantor suka memanggilnya, telah sangat
akrab dengan saya, karena kebetulan kami mempunyai hobi yang sama yaitu bermain
golf. Perusahaan tempat kami bekerja adalah suatu perusahaan yang bergerak
dalam bidang advertising. Menurut cerita-cerita teman-teman istri Richard, yang
berasal dari Amerika juga, sangat cantik dan badannya sangat seksi, seperti
bintang film Hollywood. Aku sendiri belum pernah bertemu secara langsung dengan
istri Richard, hanya melihat fotonya yang terletak di meja kerja Richard. Suatu
hari saya memasang foto saya berdua denga Nina istri saya, yang berasal dari
Bandung dan berumur 26 tahun, di meja kerja saya. Pada waktu Richard melihat
foto itu, secara spontan dia memuji kecantikan Nina dan sejak saat itu pula
saya mengamati kalau Richard sering melirik ke foto itu, apabila kebetulan dia
datang ke ruang kerja saya.
Suatu hari Richard mengundang saya untuk makan malam di rumahnya,
katanya untuk membahas suatu proyek, sekaligus untuk lebih mengenal istri
masing-masing.
“Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Nina juga, sekalian makan malam”.
“Lho, ada acara apa boss?”, kataku sok akrab.
“Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu”.
“Okelah!”, kataku.
Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Nina. Pada mulanya Nina agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka. Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Richard dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Nina mau juga pergi.
“Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?”.
“Tau, katanya sih, ada proyek apa.., yang mau didiskusikan”.
“Ooo.., gitu ya”, sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas. Kalau melihat Nina, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang, dia selalu senam so.., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.
“Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Nina juga, sekalian makan malam”.
“Lho, ada acara apa boss?”, kataku sok akrab.
“Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu”.
“Okelah!”, kataku.
Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Nina. Pada mulanya Nina agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka. Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Richard dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Nina mau juga pergi.
“Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?”.
“Tau, katanya sih, ada proyek apa.., yang mau didiskusikan”.
“Ooo.., gitu ya”, sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas. Kalau melihat Nina, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang, dia selalu senam so.., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.
Pukul 19.30 kami sudah berada di apartemen
Richard yang terletak di daerah Jl. Gatot Subroto. Aku mengenakan kemeja batik,
sementara Nina memakai stelan rok dan kemeja sutera. Rambutnya dibiarkan
tergerai tanpa hiasan apapun. Sesampai di Apertemen no.1009, aku segera menekan bel
yang berada di depan pintu. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang wanita bule
berumur kira-kiar 32 tahun, yang sangat cantik, dengan tinggi sedang dan
berbadan langsing, yang dengan suara medok menegur kami.
“Oh Dikky dan Nina yah?, silakan.., masuk.., silakan duduk ya!, saya Lillian istrinya Richard”.
“Oh Dikky dan Nina yah?, silakan.., masuk.., silakan duduk ya!, saya Lillian istrinya Richard”.
Ternyata Lillian badannya sangat bagus, tinggi langsing, rambut
panjang, dan lebih manis dibandingkan dengan fotonya di ruang kerja Richard.
Dengan agak tergagap, aku menyapanya.
“Hallo Mam.., kenalin, ini Nina istriku”.
Setelah Nina berkenalan dengan Lillian, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara Richard mengajakku ke teras balkon apartemennya.
“Gini lho Dik.., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini.., ini.., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu”.
“Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih, ngeliat waktunya juga cukup. Berani!”.
Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar.
Senyum Richard segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
“Eh Dik.., gimana Lillian menurut penilaian kamu?”, sambil bisik-bisik.
“Ya.., amat cantik, seperti bintang film”, kataku dengan polos.
“Seksi nggak?”.
“Lha.., ya.., jelas dong”.
“Umpama.., ini umpama saja loo.., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lillian untuk kamu gimana?”.
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu. Sambil masih tersenyum-senyum, Richard melanjutkan, “Nggak ada paksaan kok, aku jamin Nina dan Lillian pasti suka, soalnya nanti.., udah deh pokoknya kalau kau setuju.., selanjutnya serahkan pada saya.., aman kok!”.
Membayangkan tampang dan badan Lillian aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film. Tapi dilain pihak kalau membayangkan Nina dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar, rasanya kok tidak tega juga. Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Richard telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, “Ngomong-ngomong Nina sukanya kalo making love style-nya gimana sih?”.
“Hallo Mam.., kenalin, ini Nina istriku”.
Setelah Nina berkenalan dengan Lillian, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara Richard mengajakku ke teras balkon apartemennya.
“Gini lho Dik.., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini.., ini.., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu”.
“Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih, ngeliat waktunya juga cukup. Berani!”.
Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar.
Senyum Richard segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
“Eh Dik.., gimana Lillian menurut penilaian kamu?”, sambil bisik-bisik.
“Ya.., amat cantik, seperti bintang film”, kataku dengan polos.
“Seksi nggak?”.
“Lha.., ya.., jelas dong”.
“Umpama.., ini umpama saja loo.., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lillian untuk kamu gimana?”.
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu. Sambil masih tersenyum-senyum, Richard melanjutkan, “Nggak ada paksaan kok, aku jamin Nina dan Lillian pasti suka, soalnya nanti.., udah deh pokoknya kalau kau setuju.., selanjutnya serahkan pada saya.., aman kok!”.
Membayangkan tampang dan badan Lillian aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film. Tapi dilain pihak kalau membayangkan Nina dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar, rasanya kok tidak tega juga. Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Richard telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, “Ngomong-ngomong Nina sukanya kalo making love style-nya gimana sih?”.
Tanpa aku sempat berpikir lagi, mulutku sudah ngomong duluan, “Dia
tidak suka style yang aneh-aneh, maklum saja gadis pingitan dan pemalu, tapi
kalau vaginanya dijilatin, maka dia akan sangat terangsang!”.
“Wow.., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancar dari situ.., itu membuat saya sangat terangsang!”, kata Richard.
“Kalau Lillian sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job” lanjutnya.
Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lillian itu.
Kemudian lanjut Richard meyakinkanku, “Oke deh.., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks.., jadi setuju aja”.
“Nanti minuman Nina aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani.., Oke.., yaa!”, saya agak terkejut juga, apakah
Richard akan memberikan obat perangsang dan memperkosa Rina? Wah kalau begitu tidak rela aku. Aku setuju asal Rina mendapat kepuasan juga. Melihat mimik mukaku yang ragu-ragu itu, Richard cepat-cepat menambahkan, “Bukan obat bius atau ineks kok. Cuma pembangkit gairah aja”, kemudian dia menjelaskan selanjutnya, “Oke, nanti kamu duduk di sebelah Lillian ya, Nina di sampingku”.
Selanjutnya acara makan malam berjalan lancar. Juga rencana Richard. Setelah makan malam selesai kelihatannya bubuk itu mulai bereaksi. Rina kelihatan agak gelisah, pada dahinya timbul keringat halus, duduknya kelihatan tidak tenang, soalnya kalau nafsunya lagi besar, dia agak gelisah dan keringatnya lebih banyak keluar. Melihat tanda-tanda itu, Richard mengedipkan matanya pada saya dan berkata pada Nina, “Nin.., mari duduk di depan TV saja, lebih dingin di sana!”, dan tampa menunggu jawaban Nina, Richard segera berdiri, menarik kursi Nina dan menggandengnya ke depan TV 29 inchi yang terletak di ruang tengah. Aku ingin mengikuti mereka tapi Lillian segera memegang tanganku. “Dik, diliat aja dulu dari sini, ntar kita juga akan bergabung dengan mereka kok”. Memang dari ruang makan kami dapat dengan jelas menyaksikan tangan Richard mulai bergerilya di pundak dan punggung Nina, memijit-mijit dan mengusap-usap halus. Sementara Nina kelihatan makin gelisah saja, badannya terlihat sedikit menggeliat dan dari mulutnya terdengar desahan setiap kali tangan Richard yang berdiri di belakangnya menyentuh dan memijit pundaknya.
“Wow.., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancar dari situ.., itu membuat saya sangat terangsang!”, kata Richard.
“Kalau Lillian sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job” lanjutnya.
Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lillian itu.
Kemudian lanjut Richard meyakinkanku, “Oke deh.., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks.., jadi setuju aja”.
“Nanti minuman Nina aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani.., Oke.., yaa!”, saya agak terkejut juga, apakah
Richard akan memberikan obat perangsang dan memperkosa Rina? Wah kalau begitu tidak rela aku. Aku setuju asal Rina mendapat kepuasan juga. Melihat mimik mukaku yang ragu-ragu itu, Richard cepat-cepat menambahkan, “Bukan obat bius atau ineks kok. Cuma pembangkit gairah aja”, kemudian dia menjelaskan selanjutnya, “Oke, nanti kamu duduk di sebelah Lillian ya, Nina di sampingku”.
Selanjutnya acara makan malam berjalan lancar. Juga rencana Richard. Setelah makan malam selesai kelihatannya bubuk itu mulai bereaksi. Rina kelihatan agak gelisah, pada dahinya timbul keringat halus, duduknya kelihatan tidak tenang, soalnya kalau nafsunya lagi besar, dia agak gelisah dan keringatnya lebih banyak keluar. Melihat tanda-tanda itu, Richard mengedipkan matanya pada saya dan berkata pada Nina, “Nin.., mari duduk di depan TV saja, lebih dingin di sana!”, dan tampa menunggu jawaban Nina, Richard segera berdiri, menarik kursi Nina dan menggandengnya ke depan TV 29 inchi yang terletak di ruang tengah. Aku ingin mengikuti mereka tapi Lillian segera memegang tanganku. “Dik, diliat aja dulu dari sini, ntar kita juga akan bergabung dengan mereka kok”. Memang dari ruang makan kami dapat dengan jelas menyaksikan tangan Richard mulai bergerilya di pundak dan punggung Nina, memijit-mijit dan mengusap-usap halus. Sementara Nina kelihatan makin gelisah saja, badannya terlihat sedikit menggeliat dan dari mulutnya terdengar desahan setiap kali tangan Richard yang berdiri di belakangnya menyentuh dan memijit pundaknya.
Lillian kemudian menarikku ke kursi panjang yang terletak di ruang
makan. Dari kursi panjang tersebut, dapat terlihat langsung seluruh aktivitas
yang terjadi di ruang tengah, kami kemudian duduk di kursi panjang tersebut.
Terlihat tindakan Richard semakin berani, dari belakang tangannya dengan
trampil mulai melepaskan kancing kemeja batik Nina hingga kancing terakhir. BH
Nina segera menyembul, menyembunyikan dua bukit mungil kebanggaanku dibalik
balutannya. Kelihatan mata Nina terpejam, badannya terlihat lunglai lemas, aku
menduga-duga, “Apakah Nina telah diberi obat tidur, atau obat perangsang oleh
Richard?, atau apakah Nina pingsan atau sedang terbuai menikmati permainan
tangan Richard?”. Nina tampaknya pasrah seakan-akan tidak menyadari keadaan
sekitarnya. Timbul juga perasaan cemburu berbarengan dengan gairah menerpaku,
melihat Nina seakan-akan menyambut setiap belaian dan usapan Richard dikulitnya
dan ciuman nafsu Richardpun disambutnya dengan gairah.
Melihat apa yang tengah diperbuat oleh si bule terhadap istriku,
maka karena merasa kepalang tanggung, aku juga tidak mau rugi, segera kualihkan
perhatianku pada istri Richard yang sedang duduk di sampingku. Niat untuk
merasakan kuda putih segera akan terwujud dan tanganku pun segera menyelusup ke
dalam rok Lillian, terasa bukit kemaluannya sudah basah, mungkin juga telah
muncul gairahnya melihat suaminya sedang mengerjai wanita mungil. Dengan
perlahan jemariku mulai membuka pintu masuk ke lorong kewanitaannya, dengan
lembut jari tengahku menekan clitorisnya. Desahan lembut keluar dari mulut
Lillian yang mungil itu, “aahh.., aaghh.., aagghh”, tubuhnya mengejang,
sementara tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Sementara itu di ruang sebelah, Richard telah meningkatkan aksinya
terhadap Nina, terlihat Nina telah dibuat polos oleh Richard dan terbaring
lunglai di sofa. Badan Nina yang ramping mulus dengan buah dadanya tidak
terlalu besar, tetapi padat berisi, perutnya yang rata dan kedua bongkahan
pantatnya yang terlihat mulus menggairahkan serta gundukan kecil yang membukit
yang ditutupi oleh rambut-rambut halus yang terletak diantara kedua paha
atasnya terbuka dengan jelas seakan-akan siap menerima serangan-serangan
selanjutnya dari Richard. Kemudian Richard menarik Nina berdiri, dengan Richard
tetap di belakangnya, kedua tangan Richard menjelajahi seluruh lekuk dan ngarai
istriku itu. Aku sempat melihat ekspresi wajah Nina, yang dengan matanya yang
setengah terpejam dan dahinya agak berkerut seakan-akan sedang menahan suatu
kenyerian yang melanda seluruh tubuhnya dengan mulutnya yang mungil setengah
terbuka, menunjukan Nina menikmati benar permainan dari Richard terhadap
badannya itu, apalagi ketika jemari Richard berada di semak-semak
kewanitaannya, sementara tangan lain Richard meremas-remas puting susunya,
terlihat seluruh badan Nina yang bersandar lemas pada badan Richard, bergetar
dengan hebat.
Saat itu juga tangan Lillian telah membuka zipper celana
panjangku, dan bagaikan orang kelaparan terus berusaha melepas celanaku
tersebut. Untuk memudahkan aksinya aku berdiri di hadapannya, dengan melepaskan
bajuku sendiri. Setelah Lillian selesai dengan celanaku, gilirannya dia
kutelanjangi. Wow.., kulit badannya mulus seputih susu, payudaranya padat dan
kencang, dengan putingnya yang berwarna coklat muda telah mengeras, yang
terlihat telah mencuat ke depan dengan kencang. Aku menyadari, kalau diadu
besarnya senjataku dengan Richard, tentu aku kalah jauh dan kalau aku langsung
main tusuk saja, tentu Lillian tidak akan merasa puas, jadi cara permainanku
harus memakai teknik yang lain dari lain. Maka sebagai permulaan kutelusuri
dadanya, turun ke perutnya yang rata hingga tiba di lembah diantara kedua
pahanya mulus dan mulai menjilat-jilat bibir kemaluannya dengan lidahku.
Kududukkan Lillian kembali di sofa, dengan kedua kakinya berada di
pundakku. Sasaranku adalah vaginanya yang telah basah. Lidahku segera
menari-nari di permukaan dan di dalam lubang vaginanya. Menjilati clitorisnya
dan mempermainkannya sesekali. Kontan saja Lillian berteriak-teriak keenakan
dengan suara keras, ” Ooohh.., oohh.., sshh.., sshh”. Sementara tangannya
menekan mukaku ke vaginanya dan tubuhnya menggeliat-geliat. Tanganku terus
melakukan gerakan meremas-remas di sekitar payudaranya. Pada saat bersamaan
suara Nina terdengar di telingaku saat ia mendesah-desah, “Oooh.., aagghh!”,
diikuti dengan suara seperti orang berdecak-decak. Tak tahu apa yang diperbuat
Richard pada istriku, sehingga dia bisa berdesah seperti itu. Nina sekarang
telah telentang di atas sofa, dengan kedua kakinya terjulur ke lantai dan
Richard sedang berjongkok diantara kedua paha Nina yang sudah terpentang dengan
lebar, kepalanya terbenam diantara kedua paha Nina yang mulus. Bisa kubayangkan
mulut dan lidah Richard sedang mengaduk-aduk kemaluan Nina yang mungil itu.
Terlihat badan Nina menggeliat-geliat dan kedua tangannya mencengkeram rambut
Richard dengan kuat.
Aku sendiri makin sibuk menjilati vagina Lillian yang badannya
terus menggerinjal-gerinjal keenakan dan dari mulutnya terdengar erangan,
“Ahh.., yaa.., yaa.., jilatin.., Ummhh”. Desahan-desahan nafsu yang semakin
menegangkan otot-otot penisku. “Aahh.., Dik.., akuu.., aakkuu.., oohh.., hh!”,
dengan sekali hentakan keras pinggul Lillian menekan ke mukaku, kedua pahanya
menjepit kepalaku dengan kuat dan tubuhnya menegang terguncang-guncang dengan
hebat dan diikuti dengan cairan hangat yang merembes di dinding vaginanya pun
semakin deras, saat ia mencapai organsme. Tubuhnya yang telah basah oleh
keringat tergolek lemas penuh kepuasan di sofa. Tangannya mengusap-usap lembut
dadaku yang juga penuh keringat, dengan tatapan yang sayu mengundangku untuk
bertindak lebih jauh.
Ketika aku menengok ke arah Richard dan istriku, rupanya mereka
telah berganti posisi. Nina kini telentang di sofa dengan kedua kakinya
terlihat menjulur di lantai dan pantatnya terletak pada tepi sofa, punggung
Nina bersandar pada sandaran sofa, sehingga dia bisa melihat dengan jelas
bagian bawah tubuhnya yang sedang menjadi sasaran tembak Richard. Richard
mengambil posisi berjongkok di lantai diantara kedua paha Nina yang telah
terpentang lebar. Aku merasa sangat terkejut juga melihat senjata Richard yang
terletak diantara kedua pahanya yang berbulu pirang itu, penisnya terlihat
sangat besar kurang lebih panjangnya 20 cm dengan lingkaran yang kurang lebih 6
cm dan pada bagian kepala penisnya membulat besar bagaikan topi baja tentara
saja.
Terlihat Richard memegang penis raksasanya itu, serta di
usap-usapkannya di belahan bibir kemaluan Nina yang sudah sedikit terbuka,
terlihat Nina dengan mata yang terbelalak melihat ke arah senjata Richard yang
dahsyat itu, sedang menempel pada bibir vaginanya. Kedua tangan Nina kelihatan
mencoba menahan badan Richard dan badan Nina terlihat agak melengkung,
pantatnya dicoba ditarik ke atas untuk mengurangi tekanan penis raksasa Richard
pada bibir vaginanya, akan tetapi dengan tangan kanannya tetap menahan pantat
Nina dan tangan kirinya tetap menuntun penisnya agar tetap berada pada bibir
kemaluan Nina, sambil mencium telinga kiri Nina, terdengar Richard berkata
perlahan, “Niinn.., maaf yaa.., saya mau masukkan sekarang.., boleh?”, terlihat
kepala Nini hanya menggeleng-geleng kekiri kekanan saja, entah apa yang mau
dikatakannya, dengan pandangannya yang sayu menatap ke arah kemaluannya yang
sedang didesak oleh penis raksasa Richard itu dan mulutnya terkatup rapat
seakan-akan menahan kengiluan.
Richard, tanpa menunggu lebih lama lagi, segera menekan penisnya
ke dalam lubang vagina Nina yang telah basah itu, biarpun kedua tangan Nina
tetap mencoba menahan tekanan badan Richard. Mungkin, entah karena tusukan
penis Richard yang terlalu cepat atau karena ukuran penisnya yang over size,
langsung saja Nina berteriak kecil, “Aduuh.., pelan-pelan.., sakit nih”,
terdengar keluhan dari mulutnya dengan wajah yang agak meringis, mungkin
menahan rasa kesakitan. Kedua kaki Nina yang mengangkang itu terlihat
menggelinjang. Kepala penis Richard yang besar itu telah terbenam sebagian di
dalam kemaluan Nina, kedua bibir kemaluannya menjepit dengan erat kepala penis
Richard, sehingga belahan kemaluan Nina terlihat terkuak membungkus dengan
ketat kepala penis Richard itu. Kedua bibir kemaluan Nina tertekan masuk begitu
juga clitoris Nina turut tertarik ke dalam akibat besarnya kemaluan Richard.
Richard menghentikan tekanan penisnya, sambil mulutnya mengguman, “Maaf.., Nin.., saya sudah menyakitimu.., maaf yaa.., Niin!”.
“aagghh.., jangan teerrlalu diipaksakan.., yaahh.., saayaa meerasa.., aakan.., terbelah.., niih.., sakiitt.., jangan.., diiterusiinn”.
Richard menghentikan tekanan penisnya, sambil mulutnya mengguman, “Maaf.., Nin.., saya sudah menyakitimu.., maaf yaa.., Niin!”.
“aagghh.., jangan teerrlalu diipaksakan.., yaahh.., saayaa meerasa.., aakan.., terbelah.., niih.., sakiitt.., jangan.., diiterusiinn”.
Nina mencoba menjawab dengan badannya terus menggeliat-geliat,
sambil merangkulkan kedua tangannya di pungung Richard.
“Niinn.., saya mau masukkan lagi.., yaa.., dan tolong katakan yaa.., kalau Nina masih merasa sakit”, sahut Richard dan tanpa menunggu jawaban Nina, segera saja Richard melanjutkan penyelaman penisnya ke dalam lubang vagina Nina yang tertunda itu, tetapi sekarang dilakukannya dengan lebih pelan pelan.
Ketika kepala penisnya telah terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluan Nina, terlihat muka Nina meringis, tetapi sekarang tidak terdengar keluhan dari mulutnya lagi hanya kedua bibirnya terkatup erat dengan bibir bawahnya terlihat menggetar.
Terdengar Richard bertanya lagi, “Niinn.., sakit.., yaa?”, Nina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil kedua tangannya meremas bahu Richard dan Richard segera kembali menekan penisnya lebih dalam, masuk ke dalam lubang kemaluan Nina.
“Niinn.., saya mau masukkan lagi.., yaa.., dan tolong katakan yaa.., kalau Nina masih merasa sakit”, sahut Richard dan tanpa menunggu jawaban Nina, segera saja Richard melanjutkan penyelaman penisnya ke dalam lubang vagina Nina yang tertunda itu, tetapi sekarang dilakukannya dengan lebih pelan pelan.
Ketika kepala penisnya telah terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluan Nina, terlihat muka Nina meringis, tetapi sekarang tidak terdengar keluhan dari mulutnya lagi hanya kedua bibirnya terkatup erat dengan bibir bawahnya terlihat menggetar.
Terdengar Richard bertanya lagi, “Niinn.., sakit.., yaa?”, Nina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil kedua tangannya meremas bahu Richard dan Richard segera kembali menekan penisnya lebih dalam, masuk ke dalam lubang kemaluan Nina.
Secara pelahan-lahan tapi pasti, penis raksasa itu menguak dan
menerobos masuk ke dalam sarangnya. Ketika penis Richard telah terbenam hampir
setengah di dalam lubang vagina Nina, terlihat Nina telah pasrah saja dan
sekarang kedua tangannya tidak lagi menolak badan Richard, akan tetapi sekarang
kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada tepi sofa. Richard menekan lebih
dalam lagi, kembali terlihat wajah Nina meringis menahan sakit dan nikmat,
kedua pahanya terlihat menggeletar, tetapi karena Nina tidak mengeluh maka Richard
meneruskan saja tusukan penisnya dan tiba-tiba saja, “Blees”, Richard menekan
seluruh berat badannya dan pantatnya menghentak dengan kuat ke depan memepetin
pinggul Nina rapat-rapat pada sofa.
Pada saat yang bersamaan terdengar keluhan panjang dari mulut
Nina, “Aduuh”, sambil kedua tangannya mencengkeram tepi sofa dengan kuat dan
badannya melengkung ke depan serta kedua kakinya terangkat ke atas menahan
tekanan penis Richard di dalam kemaluannya. Richard mendiamkan penisnya
terbenam di dalam lubang vagina Nina sejenak, agar tidak menambah sakit Nina
sambil bertanya lagi, “Niinn.., sakit.., yaa? Tahan dikit yaa, sebentar lagi
akan terasa nikmat!”, Nina dengan mata terpejam hanya menggelengkan kepalanya
sedikit seraya mendesah panjang, “aagghh.., kit!”, lalu Richard mencium wajah
Nina dan melumat bibirnya dengan ganas. Terlihat pantat Richard bergerak dengan
cepat naik turun, sambil badannya mendekap tubuh mungil Nina dalam pelukannya.
Tak selang lama kemudian terlihat badan Nina bergetar dengan hebat
dari mulutnya terdengar keluhan panjang, “Aaduuh.., oohh.., sshh.., sshh”,
kedua kaki Nina bergetar dengan hebat, melingkar dengan ketat pada pantat
Richard, Nina mengalami orgasme yang hebat dan berkepanjangan. Selang sesaat
badan Nina terkulai lemas dengan kedua kakinya tetap melingkar pada pantat
Richard yang masih tetap berayun-ayun itu.
aah, suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti oleh penaklukan disatu pihak dan penyerahan total dilain pihak.
“Dik.., ayo aku mau kamu”, suara Lillian penuh gairah di telingaku. Kuletakkan kaki Lillian sama dengan posisi tadi, hanya saja kini senjataku yang akan masuk ke vaginanya. Duh, rasanya kemaluan Lillian masih rapet saja, aku merasakan adanya jepitan dari dinding vagina Lillian pada saat rudalku hendak menerobos masuk.
“Lill.., kok masih rapet yahh”. Maka dengan sedikit tenaga kuserudukkan saja rudalku itu menerobos liang vaginanya. “Aagghh”, mata
Lillian terpejam, sementara bibirnya digigit. Tapi ekspresi yang terpancar adalah ekspresi kepuasan. Aku mulai mendorong-dorongkan penisku dengan gerakan keluar masuk di liang vaginanya. Diiringi erangan dan desahan Lillian setiap aku menyodokkan penisku, melihat itu aku semakin bersemangat dan makin kupercepat gerakan itu. Bisa kurasakan bahwa liang kemaluannya semakin licin oleh pelumas vaginanya.
“Ahh.., ahh”, Lillian makin keras teriakannya.
“Ayo Dik.., terus”.
“Enakk.., eemm.., mm!”.
Tubuhnya sekali lagi mengejang, diiringi leguhan panjang, “Uuhh..hh..” “Lill.., boleh di dalam.., yaah”, aku perlu bertanya pada dia, mengingat aku bisa saja sewaktu-waktu keluar.
“mm..”.
Kaki Lillian kemudian menjepit pinggangku dengan erat, sementara aku semakin mempercepat gerakan sodokan penisku di dalam lubang kemaluannya. Lillian juga menikmati remasan tanganku di buah dadanya.
“Nih.., Lill.., terima yaa”.
aah, suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti oleh penaklukan disatu pihak dan penyerahan total dilain pihak.
“Dik.., ayo aku mau kamu”, suara Lillian penuh gairah di telingaku. Kuletakkan kaki Lillian sama dengan posisi tadi, hanya saja kini senjataku yang akan masuk ke vaginanya. Duh, rasanya kemaluan Lillian masih rapet saja, aku merasakan adanya jepitan dari dinding vagina Lillian pada saat rudalku hendak menerobos masuk.
“Lill.., kok masih rapet yahh”. Maka dengan sedikit tenaga kuserudukkan saja rudalku itu menerobos liang vaginanya. “Aagghh”, mata
Lillian terpejam, sementara bibirnya digigit. Tapi ekspresi yang terpancar adalah ekspresi kepuasan. Aku mulai mendorong-dorongkan penisku dengan gerakan keluar masuk di liang vaginanya. Diiringi erangan dan desahan Lillian setiap aku menyodokkan penisku, melihat itu aku semakin bersemangat dan makin kupercepat gerakan itu. Bisa kurasakan bahwa liang kemaluannya semakin licin oleh pelumas vaginanya.
“Ahh.., ahh”, Lillian makin keras teriakannya.
“Ayo Dik.., terus”.
“Enakk.., eemm.., mm!”.
Tubuhnya sekali lagi mengejang, diiringi leguhan panjang, “Uuhh..hh..” “Lill.., boleh di dalam.., yaah”, aku perlu bertanya pada dia, mengingat aku bisa saja sewaktu-waktu keluar.
“mm..”.
Kaki Lillian kemudian menjepit pinggangku dengan erat, sementara aku semakin mempercepat gerakan sodokan penisku di dalam lubang kemaluannya. Lillian juga menikmati remasan tanganku di buah dadanya.
“Nih.., Lill.., terima yaa”.
Dengan satu sodokan keras, aku dorong pinggulku kuat-kuat, sambil
kedua tanganku memeluk badan Lillian dengan erat dan penisku terbenam
seluruhnya di dalam lubang kemaluannya dan saat bersamaan cairan maniku
menyembur keluar dengan deras di dalam lubang vagina Lillian. Badanku
tehentak-hentak merasakan kenikmatan orgasme di atas badan Lillian, sementara
cairan hangat maniku masih terus memenuhi rongga vagina Lillian, tiba-tiba
badan Lillian bergetar dengan hebat dan kedua pahanya menjepit dengan kuat
pinggul saya diikuti keluhan panjang keluar dari mulutnya, “..aagghh.., hhm!”,
saat bersamaan Lillian juga mengalami orgasme dengan dahsyat.
Setelah melewati suatu fase kenikmatan yang hebat, kami berdua
terkulai lemas dengan masih berpelukan erat satu sama lain. Dari pancaran sinar
mata kami, terlihat suatu perasaan nikmat dan puas akan apa yang baru kami
alami. Aku kemudian mencabut senjataku yang masih berlepotan dan mendekatkannya
ke muka Lillian. Dengan isyarat agar ia menjilati senjataku hingga bersih. Ia
pun menurut. Lidahnya yang hangat menjilati penisku hingga bersih. “Ahh..”.
Dengan kepuasan yang tiada taranya aku merebahkan diri di samping Lillian.
Kini kami menyaksikan bagaimana Richard sedang mempermainkan Nina,
yang terlihat tubuh mungilnya telah lemas tak berdaya dikerjain Richard, yang
terlihat masih tetap perkasa saja. Gerakan Richard terlihat mulai sangat kasar,
hilang sudah lemah lembut yang pernah dia perlihatkan. Mulai saat ini Richard
mengerjai Nina dengan sangat brutal dan kasar. Nina benar-benar dipergunakan
sebagai objek seks-nya. Saya sangat takut kalau-kalau Richard menyakiti Nina,
tetapi dilihat dari ekspressi muka dan gerakan Nina ternyata tidak terlihat
tanda-tanda penolakan dari pihak Nina atas apa yang dilakukan oleh Richard
terhadapnya.
Richard mencabut penisnya, kemudian dia duduk di sofa dan menarik
Nina berjongkok diantara kedua kakinya, kepala Nina ditariknya ke arah perutnya
dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Nina sambil memegang belakang kepala
Nina, dia membantu kepala Nina bergerak ke depan ke belakang, sehingga penisnya
terkocok di dalam mulut Nina. Kelihatan Nina telah lemas dan pasrah, sehingga
hanya bisa menuruti apa yang diingini oleh Richard, hal ini dilakukan Richard
kurang lebih 5 menit lamanya.
Richard kemudian berdiri dan mengangkat Nina, sambil berdiri
Richard memeluk badan Nina erat-erat. Kelihatan tubuh Nina terkulai lemas dalam
pelukan Richard yang ketat itu. Tubuh Nina digendong sambil kedua kaki Nina
melingkar pada perut Richard dan langsung Richard memasukkan penisnya ke dalam
kemaluan Nina. Ini dilakukannya sambil berdiri. Badan Nina terlihat tersentak
ke atas ketika penis raksasa Richard menerobos masuk ke dalam lubang
kemaluannya dari mulutnya terdengar keluhan, “aagghh!”, Nina terlihat seperti
anak kecil dalam gendongan Richard. Kaki Nina terlihat merangkul pinggang
Richard, sedangkan berat badannya disanggah oleh penis Richard. Richard
berusaha memompa sambil berdiri dan sekaligus mencium Nina. Pantat Nina
terlihat merekah dan tiba-tiba Richard memasukkan jarinya ke lubang pantat
Nina. “Ooohh!”. Mendapat serangan yang demikian serunya dari Richard, badan
Nina terlihat menggeliat-geliat dalam gendongan Richard. Suatu pemandangan yang
sangat seksi.
Ketika Richard merasa capai, Nina diturunkan dan Richard duduk
pada sofa. Nina diangkat dan didudukan pada pangkuannya dengan kedua kaki Nina
terkangkang di samping paha Richard dan Richard memasukkan penisnya ke dalam
lubang kemaluan Nina dari bawah. Dari ruang sebelah saya bisa melihat penis
raksasa Richard memaksa masuk ke dalam lubang kemaluan Nina yang kecil dan
ketat itu. Vaginanya menjadi sangat lebar dan penis Richard menyentuh paha
Nina. Kedua tangan Richard memegang pinggang Nina dan membantu Nina memompa
penis Richard secara teratur, setiap kali penis Richard masuk, terlihat
vaginanya ikut masuk ke dalam dan cairan putih terbentuk di pinggir bibir
vaginanya. Ketika penisnya keluar, terlihat vaginanya mengembang dan menjepit
penis Richard. Mereka melakukan posisi ini cukup lama.
Kemudian Richard mendorong Nina tertelungkup pada sofa dengan
pantat Nina agak menungging ke atas dan kedua lututnya bertumpu di lantai.
Richard akan bermain doggy style. Ini sebenarnya adalah posisi yang paling disukai
oleh Nina. Dari belakang pantat Nina, Richard menempatkan penisnya diantara
belahan pantat Nina dan mendorong penisnya masuk ke dalam lubang vagina Nina
dari belakang dengan sangat keras dan dalam, semua penisnya amblas ke dalam
vagina Nina. Jari jempol tangan kiri Richard dimasukkan ke dalam lubang pantat.
Nina setengah berteriak, “aagghh!”, badannya meliuk-liuk mendapat serangan
Richard yang dahsyat itu. Badan Nina dicoba ditarik ke depan, tapi Richard
tidak mau melepaskan, penisnya tetap bersarang dalam lubang kemaluan Nina dan
mengikuti arah badan Nina bergerak.
Nina benar-benar dalam keadaan yang sangat nikmat, desahan sudah
berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi teriakan, “Ooohhmm..,
aaduhh!”. Richard mencapai payudara Nina dan mulai meremas-remasnya. Tak lama
kemudian badan Nina bergetar lagi, kedua tangannya mencengkeram dengan kuat
pada sofa, dari mulutnya terdengar, “Aahh.., aahh.., sshh.., sshh!”. Nina
mencapai orgasme lagi, saat bersamaan Richard mendorong habis pantatnya
sehingga pinggulnya menempel ketat pada bongkahan pantat Nina, penisnya
terbenam seluruhnya ke dalam kemaluan Nina dari belakang. Sementara badan Nina
bergetar-getar dalam orgasmenya, Richard sambil tetap menekan rapat-rapat
penisnya ke dalam lubang kemaluan Nina, pinggulnya membuat gerakan-gerakan
memutar sehingga penisnya yang berada di dalam lubang vagina Nina ikut
berputar-putar mengebor liang vagina Nina sampai ke sudut-sudutnya.
Setelah badan Nina agak tenang, Richard mencabut penisnya dan
menjilat vagina Nina dari belakang. Vagina Nina dibersihkan oleh lidah Richard.
Kemudian badan Nina dibalikkannya dan direbahkan di sofa. Richard memasukkan
penisnya dari atas, sekarang tangan Nina ikut aktif membantu memasukkan penis
Richard ke vaginanya. Kaki Nina diangkat dan dilingkarkan ke pinggang Richard.
Richard terus menerus memompa vagina Nina. Badan Nina yang langsing tenggelam
ditutupi oleh badan Richard, yang terlihat oleh saya hanya pantat dan lubang
vagina yang sudah diisi oleh penis Richard. Kadang-kadang terlihat tangan Nina
meraba dan meremas pantat Richard, sekali-kali jarinya di masukkan ke dalam
lubang pantat Richard. Gerakan pantat Richard bertambah cepat dan ganas memompa
dan terlihat penisnya yang besar itu dengan cepat keluar masuk di dalam lubang
vagina Nina, tiba-tiba, “Ooohh.., oohh!”, dengan erangan yang cukup keras dan
diikuti oleh badannya yang terlonjak-lonjak, Richard menekan habis pantatnya
dalam-dalam, mememetin pinggul Nina ke sofa, sehingga penisnya terbenam habis
ke dalam lubang kemaluan Nina, pantat Richard terkedut-kedut sementara penisnya
menyemprotkan spermanya di dalam vagina Nina, sambil kedua tangannya mendekap
badan Nina erat-erat. Dari mulut Nina terdengar suara keluhan, “Sssh.., sshh..,
hhmm.., hhmm!”, menyambut semprotan cairan panas di dalam liang vaginanya.
Setelah berpelukan dengan erat selama 5 menit, Richard kemudian
merebahkan diri di atas badan Nina yang tergeletak di sofa, tanpa melepaskan
penisnya dari vagina Nina. Nina melihat ke saya dan memberikan tanda bahwa yang
satu ini sangat nikmat. Aku tidak bisa melihat ekspresi Richard karena
terhalang olah tubuh Nina. Yang jelas dari sela-sela selangkangan Nina mengalir
cairan mani. Kemudian Ninapun seperti kebiasaan kami membersihkan penis Richard
dengan mulutnya, itu membuat Richard mengelinjang keenakan. Malam itu kami
pulang menjelang subuh, dengan perasaan yang tidak terlupakan. Kami masih
sempat bermain 2 ronde lagi dengan pasangan itu.
Berganti Pasangan Seks Dengan Sahabat
Reviewed by PokerResmiIndonesia
on
January 30, 2019
Rating:

No comments: